"Muslim datang ke sini dan mereka ingin membangun masjid dan memakai burqa, tetapi jika kita pergi ke negara mereka kita harus mengikuti aturan mereka," protes pengunjuk rasa.
Ribuan demonstran turun ke jalan di Dresden menolak 'Islamisasi Negara'. (Foto: AP)
DRESDEN, SATUHARAPAN.COM - Polisi antihuru-hara bersenjata berat dikerahkan ke jalan-jalan Dresden pada Senin (15/12) malam mengamankan situasi ketika sepuluh ribu orang berunjuk rasa menentang apa yang mereka sebut sebagai 'Islamisasi' negara. Ini adalah aksi unjuk kekuatan terbaru dari sebuah gerakan populis sayap kanan di negara itu, yang oleh para politisi garis utama dianggap sebagai 'aib bagi Jerman'.
Pegida, nama gerakan itu, yang merupakan akronim dari gerakan yang dalam bahasa Jerman berarti Patriotik Eropa melawan Islamisasi Barat, mengerahkan masyarakat akar rumput dalam aksinya dan telah ikut menentukan agenda politik di Jerman, kendati baru dua bulan didirikan dan tidak memiliki kaitan dengan organisasi politik yang sudah ada.
The Telegraph melaporkan, Pemerintah Jerman tampaknya sangat berhati-hati dan kurang menyukai gerakan ini. Menteri Kehakiman Jerman, Heiko Maas mengatakan, mereka adalah aib bagi Jerman. Sedangkan seorang menteri negara di North Rhine-Westphalia menyebut mereka sebagai "Nazi dalam garis-garis".
Kanselir Jerman, Angela Merkel, kemarin mengutuk aksi itu dan meminta mereka yang mengambil bagian dalam unjuk rasa "berhati-hati agar tidak dieksploitasi" oleh sayap kanan.
"Ada kebebasan berunjuk rasa di Jerman, tetapi tidak ada tempat bagi propaganda dan fitnah terhadap orang yang datang ke sini dari negara lain," kata Merkel.
Polisi di Dresden juga dikerahkan untuk menjaga unjuk rasa tandingan pada saat yang sama, dihadiri oleh ribuan orang.
"Muslim datang ke sini dan mereka ingin membangun masjid dan memakai burqa, tetapi jika kita pergi ke negara mereka kita harus mengikuti aturan mereka," kata salah satu pengunjuk rasa Pegida, seorang perawat bernama Bianca.
"Kami tidak menentang pengungsi. Orang-orang di Suriah yang mengalami perang di negara mereka diterima di sini," kata seorang karyawan sebuah perusahaan elektronik lokal bernama Phillip. "Tetapi orang-orang dari negara-negara Uni Eropa lainnya di mana ada perdamaian, tidak diterima. Kami tidak melawan Islam. Dan kami tidak menentang imigrasi. Tapi harus ada integrasi dan harus ada aturan."
Orang-orang yang mengorganisasikan unjuk rasa Pegida bersikeras bahwa para demonstran adalah rakyat biasa Jerman yang khawatir akan masa depan. Namun, majalah Der Spiegel melaporkan polisi telah mengidentifikasi apa yang dikenal sebagai neo-Nazi berada di antara mereka.
"Saya melihat beberapa dari mereka memberi hormat cara Hitler pekan lalu," kata Paul Salewski, salah seorang pengunjuk rasa dari demonstran tandingan. "Mereka bukan mayoritas, tapi mereka ada di sana."
Pegida dimulai oleh Lutz Bachmann, pria Dresden, yang tidak memiliki latar belakang politik sebelumnya. Ketika dia menyerukan demonstrasi pertama kali pada Oktober, hanya beberapa ratus orang yang muncul. Minggu lalu, angka itu membengkak menjadi 10.000, dan gerakannya telah mengilhami protes serupa di kota-kota di seluruh Jerman.
Bachmann mengatakan melalui gerakan itu ia sedang mencoba untuk melindungi budaya Kristen dan Yahudi Jerman dari erosi oleh imigrasi Muslim. Fokus khusus gerakannya adalah kemarahan terhadap meningkatnya jumlah pengungsi Muslim yang ingin mendapatkan suaka di Jerman.
Imigrasi telah muncul sebagai topik kontroversial di Jerman, sebagian karena kenaikan tajam dalam aplikasi untuk memperoleh suaka, terutama dari Suriah. Lebih dari 150.000 orang mengungsi ke Jerman selama 11 bulan pertama tahun ini, meningkat dari 40.000 dibandingkan dengan tahun 2013.
(Editor : Eben Ezer Siadari)