Rabu, 17 Desember 2014

PULUHAN RIBU DEMONSTRAN TURUN KE JALAN TOLAK ISLAMISASI JERMAN (Sumber. Satu Harapan.com)

"Muslim datang ke sini dan mereka ingin membangun masjid dan memakai burqa, tetapi jika kita pergi ke negara mereka kita harus mengikuti aturan mereka," protes pengunjuk rasa.
Ribuan demonstran turun ke jalan di Dresden menolak 'Islamisasi Negara'. (Foto: AP) DRESDEN, SATUHARAPAN.COM - Polisi antihuru-hara bersenjata berat dikerahkan ke jalan-jalan Dresden pada Senin (15/12) malam mengamankan situasi ketika sepuluh ribu orang berunjuk rasa menentang apa yang mereka sebut sebagai 'Islamisasi' negara. Ini adalah aksi unjuk kekuatan terbaru dari sebuah gerakan populis sayap kanan di negara itu, yang oleh para politisi garis utama dianggap sebagai 'aib bagi Jerman'. Pegida, nama gerakan itu, yang merupakan akronim dari gerakan yang dalam bahasa Jerman berarti Patriotik Eropa melawan Islamisasi Barat, mengerahkan masyarakat akar rumput dalam aksinya dan telah ikut menentukan agenda politik di Jerman, kendati baru dua bulan didirikan dan tidak memiliki kaitan dengan organisasi politik yang sudah ada. The Telegraph melaporkan, Pemerintah Jerman tampaknya sangat berhati-hati dan kurang menyukai gerakan ini. Menteri Kehakiman Jerman, Heiko Maas mengatakan, mereka adalah aib bagi Jerman. Sedangkan seorang menteri negara di North Rhine-Westphalia menyebut mereka sebagai "Nazi dalam garis-garis". Kanselir Jerman, Angela Merkel, kemarin mengutuk aksi itu dan meminta mereka yang mengambil bagian dalam unjuk rasa "berhati-hati agar tidak dieksploitasi" oleh sayap kanan. "Ada kebebasan berunjuk rasa di Jerman, tetapi tidak ada tempat bagi propaganda dan fitnah terhadap orang yang datang ke sini dari negara lain," kata Merkel. Polisi di Dresden juga dikerahkan untuk menjaga unjuk rasa tandingan pada saat yang sama, dihadiri oleh ribuan orang. "Muslim datang ke sini dan mereka ingin membangun masjid dan memakai burqa, tetapi jika kita pergi ke negara mereka kita harus mengikuti aturan mereka," kata salah satu pengunjuk rasa Pegida, seorang perawat bernama Bianca. "Kami tidak menentang pengungsi. Orang-orang di Suriah yang mengalami perang di negara mereka diterima di sini," kata seorang karyawan sebuah perusahaan elektronik lokal bernama Phillip. "Tetapi orang-orang dari negara-negara Uni Eropa lainnya di mana ada perdamaian, tidak diterima. Kami tidak melawan Islam. Dan kami tidak menentang imigrasi. Tapi harus ada integrasi dan harus ada aturan." Orang-orang yang mengorganisasikan unjuk rasa Pegida bersikeras bahwa para demonstran adalah rakyat biasa Jerman yang khawatir akan masa depan. Namun, majalah Der Spiegel melaporkan polisi telah mengidentifikasi apa yang dikenal sebagai neo-Nazi berada di antara mereka. "Saya melihat beberapa dari mereka memberi hormat cara Hitler pekan lalu," kata Paul Salewski, salah seorang pengunjuk rasa dari demonstran tandingan. "Mereka bukan mayoritas, tapi mereka ada di sana." Pegida dimulai oleh Lutz Bachmann, pria Dresden, yang tidak memiliki latar belakang politik sebelumnya. Ketika dia menyerukan demonstrasi pertama kali pada Oktober, hanya beberapa ratus orang yang muncul. Minggu lalu, angka itu membengkak menjadi 10.000, dan gerakannya telah mengilhami protes serupa di kota-kota di seluruh Jerman. Bachmann mengatakan melalui gerakan itu ia sedang mencoba untuk melindungi budaya Kristen dan Yahudi Jerman dari erosi oleh imigrasi Muslim. Fokus khusus gerakannya adalah kemarahan terhadap meningkatnya jumlah pengungsi Muslim yang ingin mendapatkan suaka di Jerman. Imigrasi telah muncul sebagai topik kontroversial di Jerman, sebagian karena kenaikan tajam dalam aplikasi untuk memperoleh suaka, terutama dari Suriah. Lebih dari 150.000 orang mengungsi ke Jerman selama 11 bulan pertama tahun ini, meningkat dari 40.000 dibandingkan dengan tahun 2013. (Editor : Eben Ezer Siadari)

Sabtu, 13 Desember 2014

OH YERUSALEM, Malangnya Nasibmu!

Yerusalem. (Foto: Bayu Probo) SATUHARAPAN.COM – Kondisi kota Yerusalem belakangan ini begitu menegangkan. Ini terutama disebabkan oleh serangan dua orang Palestina terhadap umat Yahudi yang sedang beribadah di Sinagoge yang mengakibatkan empat orang tewas. Serangan itu diduga karena kematian seorang sopir Palestina yang ditemukan di busnya dan dituduh dibunuh oleh penganut Yahudi garis keras. Akibat serangan itu pemerintah Israel mengeluarkan kebijakan menghancurkan dua rumah pelaku penyerangan itu. Sebelumnya, konflik sudah memanas karena pembatasan yang dilakukan Israel terhadap kaum Muslim Palestina yang akan beribadah di Masjid Al-Aqsa. Kebijakan Israel itu adalah akibat dari ditembaknya seorang pengikut agama Yahudi garis keras yang akan melakukan ibadah di kompleks Masjid atau Haram Al-Sharif menurut Islam dan kompleks Bait Allah atau Temple Mount atau Har Habayit menurut umat Yahudi. Diduga penembaknya adalah seorang Palestina. Sebelumnya lagi, konflik di Gaza di mana kelompok Hamas dan Israel saling menyerang. Terakhir, Israel menembak mati seorang Palestina di perbatasan Israel dengan Gaza. Ribuan korban jatuh terutama di pihak penduduk Gaza. Banyak hal lain yang menjadi penyebab peningkatan ketegangan di kota Yerusalem atau lebih luas lagi di daerah pendudukan Israel dan Palestina. Israel sering menggunakan tindakan represif dan kekerasan dan sebaliknya pihak Palestina juga melakukan yang sama. Ini semua telah mengakibatkan banyak korban, baik material, moril dan nyawa. Sumber utama konflik antara Israel dan Palestina adalah perebutan kekuasaan terhadap tanah Palestina. Israel menduduki dan menguasai tanah milik rakyat Palestina. Sampai saat ini Israel tetap memutuskan memperluas daerah pemukiman Yahudi di wilayah timur Yerusalem yang didiami banyak penduduk Palestina. Untuk itu banyak rumah rakyat Palestina yang dihancurkan untuk pembangunan pemukiman Yahudi itu. Sementara, rakyat Palestina ingin merdeka dengan pertama-tama mengusir Israel dari tanah Palestina dan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Dikhawatirkan, bentuk perjuangan atau perlawanan rakyat Palestina menjadi intifada, dengan cara kekerasan antara lain dengan bom bunuh diri. Yerusalem, Kota Suci? Yerusalem diakui oleh dua pihak sebagai pusat keagamaan bahkan sebagai kota suci. Dalam Islam Yerusalem disebut Bait Al-Muqadis. Kompleks pusat ibadah dengan Masjid Al-Aqsa-nya yang diakui sebagai tempat nabi Muhammad memulai perjalanan ke sampai Langit yang ke tujuh dan peristiwa mi’raj-nya disebut Haram Al-Syarif. Sedangkan, bagi kaum Yahudi, pusat keagamaannya adalah Bait Allah dengan Dinding Ratapan dan kompleksnya disebut Har Habayit atau Temple Mount. Banyak orang Kristen pun mengakui Yerusalem sebagai kota suci. Ada kompleks peribadatan umat Kristen di dekat Haram Al-Syarif dan Har Habayit. Jadi Yerusalem diakui sebagai kota suci oleh tiga agama atau disebut agama-agama keturunan Abraham (Abrahamic Religions) atau agama-agama samawi (berasal dari langit atau surga). Banyak orang dari tiga agama itu pergi berziarah atau beribadah ke pusat-pusat agama itu. Ada pemahaman bahwa berziarah atau beribadah ke tempat-tempat itu mendapatkan berkat tersendiri. Ada fanatisme terhadap pusat-pusat ibadah itu di kalangan penganut Yahudi, Islam dan Kristen. Hal ini berpengaruh pada pandangan dan usaha memperebutkan hak “kepemilikan teologis” dari tempat itu dan Yerusalem secara umum. Perebutan kepemilikan itu ada dalam persepsi kelompok-kelompok fanatik dalam tiga agama itu. Di kalangan Yahudi saat ini berkembang pesat kelompok garis keras, terutama di kalangan muda. Para pengikutnya menuntut hak untuk beribadah di kompleks Bait Allah termasuk di Haram Al-Sharif. Sementara, kalangan Palestina Islam, sangat tidak menerima keinginan kalangan Yahudi itu. Ini misalnya yang menyebabkan tertembaknya seorang penganut garis keras Yahudi yang hendak beribadah di situ. Di sini ada ketegangan akibat fanatisme agama juga dan tidak jarang itu meningkatkan ketegangan di Yerusalem. Jika konflik Palestina-Israel khususnya di Yerusalem sedemikian buruk dan tampak tidak ada jalan penyelesaian, sementara penderitaan dan korban nyawa terus menerus terjadi baik dari pihak Palestina maupun Israel, di mana kita dapat meletakkan landasan untuk menyebut Yerusalem sebagai kota yang kudus? Jika Yerusalem dipercayai sebagai kota suci, mengapa diperebutkan dengan cara yang tidak agamis, dengan kekerasan dan perang? Konflik atau perang sesungguhnya adalah kejahatan dan bertentangan dengan kehendak Tuhan. Jika begitu, pengakuan banyak kalangan tentang Yerusalem sebagai Kota Suci perlu diubah sesuai dengan fakta bahwa Yerusalem telah menjadi kota penderitaan yang berlumuran darah, kota kejahatan dan jahiliah di mana terdapat tangisan dan kertakan gigi. Antara Ratapan, Pengharapan dan Mukjizat Konflik tampak tidak akan selesai. Pusat konflik terutama terletak pada Yerusalem, “Kota Suci” yang terus diperebutkan dengan cara yang “tidak suci”. Perebutan hak kepemilikan terhadap Yerusalem tidak hanya berdasar political interest atau kepentingan politik semata yaitu soal pendudukan dan penguasaan daerah. Tetapi dalam konflik Palestina-Israel di Yerusalem, perebutan itu juga sudah berlandaskan kepentingan agama. Kalangan Yahudi mengakui pusat ibadah di Yerusalem di mana terdapat Dinding Ratapan-Bait Allah itu sebagai tempat ibadahnya. Di pihak lain, Muslim Palestina dan juga dunia mengakui tempat itu sebagai pusat ibadah Islam. Apalagi Masjid Al-Aqsa adalah tempat Nabi Muhammad bertolak memulai perjalanan atau mikraj ke surga. Pihak Kristen tampak tidak begitu terlibat secara frontal dalam konflik di Yerusalem. Namun imbas psikologis dan sosial-politis dialami umat Kristen juga. Kondisi Yerusalem seperti itu perlu diratapi. Kota bersejarah dan dianggap suci oleh “agama-agama Allah”, menjadi tempat berziarah dan beribadah tetapi keadaannya buruk. Tentu itu tidak sesuai dengan keinginan Allah yang disembah di tempat itu. Allah tentu menghendaki ada shalom damai sejahtera. Yang perlu masyarakat dunia khususnya umat beragama lakukan adalah mendoakan Yerusalem, semoga Allah menunjukkan kuasa dan mukjizat-Nya, menjadikan Yerusalem sebagai kota suci dan mulia , bukan sebagai kota yang bernasib malang. Stanley R. Rambitan/Teolog-Pemerhati Agama dan Masyarakat

Sabtu, 01 November 2014

TEMA NATAL 2014 : "BERJUMPA DENGAN ALLAH DALAM KELUARGA"


Tema Natal tahun ini yang diangkat oleh PGI & KWI adalah "BERJUMPA DENGAN ALLAH DALAM KELUARGA" yang diangkat dari kitab Imamat 26 : 12. Dengan tema ini diharapkan setiap orang percaya dapat mengalami perjumpaan dengan Allah secara pribadi dalam lingkungan keluarganya.

Tuhan Yesus memberkati

 
Modified by CR